Skip to main content

SOLO TOUR Jawa-Bali-Lombok dengan Megapro Engkel - PART 5

Selepas Wangon, area perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, rider disarankan untuk lebih berhati-hati, karena kontur jalan mulai naik-turun dan berkelok-kelok.
Estimasi awal saya tidak meleset, Megapro berhasil sampai di Majenang sebelum Pukul 17.00WIB, dan saya sempatkan untuk isi bensin FULL-TANK.

Bagi para pembaca (yang belum baca jilid-jilid sebelumnya),
mungkin ada baiknya membaca Potongan kisah 
SOLO-TOUR Jawa-Bali-Lombok dengan Megapro Engkel - PART 1-2-3-4.
Agar bisa memahami cerita versi lengkapnya.

RUTE MAJENANG-BANJAR-CIAMIS-TASIKMALAYA-BANDUNG


Kondisi jalan pada Rute Majenang-Banjar-Ciamis-Tasikmalaya juga terhitung bagus,
hanya jalan yang berkelok-kelok dan naik-turun yang merupakan ciri khas jalur pegunungan,
membutuhkan kewaspadaan extra,
Motor harus siap bermanuver kiri dan kanan,
sambil rajin main naik/turun gigi (engine brake).

Lewat Pukul 18.00WIB,
saya sudah sampai di Kota Tasikmalaya,
dan hujan rintik-rintik mulai turun.

Saya berhenti sebentar untuk merenung.
Jarak antara Tasimalaya dan Bandung hanya sekitar 100KM.
Estimasi waktu tempuh sekitar 2-2,5 Jam.
Artinya saya bisa saja mencapai Kota Bandung sekitar Pukul 21.00WIB.

Kebetulan keluarga Kakak saya bermukim di Bandung,
jadi bisa sekalian sowan ke sana.
Ahhh, kenapa nggak sekalian aja tembak ke Bandung.
Lagipula kondisi stamina badan masih seger.

Lanjut,
Megapro saya tancap ke Bandung dengan mengambil Rute Ciawi-Malangbong-Nagrek-Cileunyi.

Semua yang pernah nyetir kendaraan bermotor di rute tersebut tahu persis,
Rute Bandung-Tasikmalaya atau sebaliknya bisa dikatakan berbahaya.
Bukan hanya permasalahan Jalur Tanjakkan / Tikungan Nagrek,
atau faktor karakter jalan ciri khas jalur pegunungan yang berada di kaki Gunung Galunggung,
akan tetapi jalur tersebut adalah jalur utama antara Bandung-Tasik-Garut (persimpangan berada di Nagrek).
Artinya, jalur selatan ini banyak sekali dilalui kendaraan kecil dan besar,
sekelas truk dan bus.

Kalu truk biasa jalan-nya kayak kura-kura,
Kalu bus biasa jalan-nya ugal-ugalan (walau nggak semua),
ngejar setoran rute Bandung-Ciamis-Banjar.

Buat semua rider, jika ketemu truk,
pastikan jangan berada di-belakang-nya,
kalu kagak sanggup ngelewatin dengan cara yang aman,
lebih baik jauh-jauh dah, biar selamat.

Serupa dengan truk,
jangan pernah ada di belakang Bus
apalagi bus yang lagi ngebut-ngebutan,
lebih baik jauhi saja daripada cium pantat tuh bus
(kalu nge-rem mendadak buat angkat penumpang).
Dan buat ngelewatin bus, bukan cuma butuh kewaspadaan tinggi,
tapi motor juga wajib gede tenaga-nya,
kalo kagak mau jadi pepes motor,
kajepit euuyyy.

Bukan-nya ngejelek-jelekin Pak Bos,
kalu ketemu Bus Doa Ibu atau Gagak Rimang,
mendingan jauh-jauh boy;
daripada mati konyol.

Pengalaman yang saya alami di-rute Nagrek semoga tidak terulang pada rider lain.
Selepas persimpangan jalan yang menuju Bandung dan Garut,
ketemu salah satu tikungan / tanjakkan di kawasan Nagrek,
lajur sengaja di buat melebar.
Tujuan utama-nya adalah agar Truk / Bus yang tidak sanggup nanjak,
bisa mengambil sisi lajur paling kiri,
dan membiarkan kendaraan lain melewatinya.

Pas berpapasan dengan satu Bus 
(kagak usah sebutin merek, nanti kagak terima lagi),
bukan-nya ngambil lajur paling kiri, 
malah malang di tikungan jalan - makan lajur sebrang,
padahal kecepatan-nya juga nggak sampai 20 KM/jam.
Buat apa kang ngambil lajur sebrang jalan,
lah lajur sendiri aja guede banget.
Ngantuk barangkali, kejar setoran bus malam.

Walhasil, tas di motor saya terserempet,
padahal posisi motor sedang ditengah lajur sendiri.
untungnya pada waktu itu bukan bagian bodi motor yang keserempet,
kalu kagak bakal ada insiden;
kondisi jalan sedang basah / licin pada waktu itu
(hujan rintik-rintik).

Sekali lagi buat semua rider,
kalu ketemu Bus malam,
mending minggat!!!

Kondisi jalan menuju Kota Bandung relatif lebih aman setelah melewati Cileunyi.
Ya, seperti lalu lintas area perkotaan pada umumnya.
Padat-merayap.

Dan sesuai estimasi saya sebelumnya,
Saya tiba di rumah kakak di kawasan Pasteur sekitar Pukul 21.00WIB.
Waktunya istirahatkan badan yang sudah tidak tidur sekitar 28 Jam NON-STOP,
semenjak saya berangkat dari Kota Denpasar sekitar Pukul 14.00WITA / 13.00WIB (1 hari sebelumnya).

Bagi para solo-rider,
sebenarnya saya sangat tidak menyarankan untuk sistem solo-riding cara saya.
Solo-riding sebaiknya dibatasi maksimal 16jam NON-STOP saja dalam 1 hari,
Jika memungkinkan, maksimal hanya 12jam NON-STOP saja.

Selain itu, sangat tidak disarankan untuk minum Energy-Drink,
apalagi pada saat badan lelah dan mata mengantuk.
Lebih baik cari tempat aman untuk tidur sebentar,
daripada memaksakan diri untuk melanjutkan solo-riding.

RUTE BANDUNG-CIMAHI-PADALARANG-CIANJUR-BOGOR-JAKARTA


Terlampau banyak tempat menarik / makanan khas Bandung yang saya suka.
Dan mungkin tidak cukup 1 minggu untuk benar-benar meng-eksplorasi kawasan Bandung dan sekitar-nya
(termasuk kawasan Bandung bagian Utara / Selatan / Barat).

Karena kebetulan saya sudah sangat sering berkunjung ke Bandung, baik dengan motor / mobil / bus / kereta, 
kali ini saya fokus silahturami ke tempat kakak saja.
Toh, misi kali ini adalah SOLO-TOUR Jawa-Bali-Lombok dengan si Megapro saja.

Setelah istirahat yang cukup selama 1 malam,
Saya pamit ke keluarga kakak untuk kembali ke Jakarta.

Rute pulang ke Jakarta pun juga sudah sangat familiar saya lewati naik motor.
Menempuh Jarak sekitar 180-190KM via rute Cianjur-Puncak,
dan waktu tempuh sekitar 4-4,5Jam,
tergantung situasi arus lalu-lintas 
(yang terhitung cukup ramai-lancar dan padat-merayap di beberapa titik).
Jika kondisi jalan kosong, ya bisa dapat 3-3,5Jam.

Sekitar Pukul 17.00WIB, motor berangkat.
Sebenarnya bukan waktu yang tepat,
karena arus lalu lintas sedang ramai-ramai-nya (jam pulang kantor).
Tapi toh saya paksakan saja pulang,
Biasanya jalan baru agak lengang memasuki kawasan gunung kapur,
atau selepas Stasiun Kereta / Pasar Padalarang.

Jangan berharap keluar dari kawasan Bandung-Cimahi-Padalarang secara lancar,
karena selain area cukup padat penduduk, 
banyak Pabrik di kawasan Cimahi-Padalarang.

Memasuki kawasan Gunung Kapur,
hujan mulai turun, untungnya hanya hujan kecil.

Bagi para rider, hanya mengingatkan,
dari semenjak Tahun 1980-an s/d setidaknya tahun 2018,
rute Padalarang-Gunung Kapur-Rajamandala cukup beresiko.

Kondisi jalanan yang kecil, berkelok-kelok dan naik-turun,
hampir selalu disertai pasir / tanah / air dibeberapa titik,
jika hujan turun, jalan semakin berbahaya.
Salah satu faktornya adalah banyaknya truk / bus / mobil angkutan yang lalu-lalang,
ditambah aktivitas penambangan kapur (menggunakan Truk Toyota Buaya jaman baheula)

Jika malam tiba, jalanan gelap,
paling penerangan berasal dari lampu mobil-motor,
warung remang-remang / lapak2 yang menjual hasil bumi / toko2.

Dan karena rute ini adalah jalur penghubung utama antara Cianjur-Bandung,
bisa dikatakan selalu ada saja kendaraan yang lalu-lalang.
Sekali lagi, hindari berada di dekat Bus / Truk / mobil Pick-up / angkot.

Setelah nyebrang Jembatan Citarum-Rajamandala,
Kondisi jalanan agak membaik,
Lajur lebih lebar, jalan lebih mulus, juga kontur jalanan relatif lebih rata.

Namun tingkat kewaspadaan tidak boleh kendor,
karena pada rute ini s/d Ciranjang dan Kota Cianjur,
laju kendaraan2 pada umumnya cukup tinggi,
wajar karena kondisi jalan yang cukup bagus,
walaupun beberapa titik cukup gelap di kala malam.

Dari Kota Cianjur, perjalanan lanjut via rute Puncak-Bogor-Parung-Jakarta.
Jika ada kesempatan, saya coba buat artikel terpisah;
Solo-tour Jakarta-Bandung via rute puncak,
agar pembahasan dapat lebih detail.

Sesampainya di Jakarta, waktu menunjukkan sekitar Pukul 21.00WIB.
Badan masih terasa segar,
dan tidak lupa saya luangkan waktu sebentar buat cuci / poles motor.
Sambil mengucapkan doa syukur karena telah dilindungi selama perjalanan Solo-Tour.

SEDIKIT CATATAN KHUSUS dari SOLO-TOUR JAWA-BALI-LOMBOK dengan MEGAPRO.


Solo Tour Jawa-Bali-Lombok kali pertama ini benar-benar mengesankan.
Banyak sekali pelajaran (baru) yang saya bisa ambil,
jika suatu saat nanti mau solo-tour jarak jauh lagi.

Salah satu yang terpenting adalah:
sebisa mungkin membawa barang bawaan yang penting-penting saja.
Di luar beberapa barang yang sudah saya sebutkan pada Artikel Solo-tour Jawa-Bali-Lombok Part 1;
sebaiknya bawa tas yang berukuran pas dengan ukuran sadel belakang.

Pastikan tas tersebut (apapun bentuk / model-nya) kuat tapi ringan dan berbahan anti-air jika terkena air hujan,
serta dapat di-ikat kencang pada sadel belakang.

Pada tour kali ini, saya melakukan satu kesalahan besar,
yaitu membawa tas terpal ala tukang pos.
Tahu kan, tas terpal yang biasa diletakkan di sadel belakang motor tukang pos / motor yang biasa belanja sayur ke pasar becek.

Pada waktu itu saya berpikir ingin stay agak lama di Pulau Bali,
jadi barang bawaan seperti baju / celana dll lebih banyak dibandingkan yang sebenarnya dibutuhkan.

Tas terpal "tukang pos" tidak layak untuk di bawa touring jarak jauh,
alasannya: pada saat-saat tertentu misal-nya ketika diajak bermanuver di daerah pegunungan,
ada kemungkinan, tas akan bergeser / bergerak ke kiri dan ke kanan, 
walaupun sebagian tas terpal sudah diduduki.

alasan kedua adalah tas akan gembung dan menambah hambatan angin pada motor,
belum lagi ada resiko tas tersenggol kendaraan / benda lain.
Apalagi jika motor harus bermanuver / selap-selip di-tengah kondisi macet parah / padat merayap,
sangat tidak nyaman dan cenderung membahayakan rider / pengendara lain.

Saya pribadi sebenarnya juga tidak menyarankan untuk menggunakan kotak (plastik) yang biasa di taruh pada behel belakang motor.
Mungkin ada yang tahu Kotak GiVi yang kira-kira seukuran helm (bukan iklan ya Pak Bos).
Alasan utama-nya adalah kotak tersebut akan menambah dimensi panjang motor,
ada kemungkinan tas bisa tersenggol dari arah belakang.
Kondisi touring jarak jauh sangat berbeda dengan jalan dalam kota,
lebih banyak kemungkinan terjadinya insiden.
Terkadang hanya permasalahan beda 30cm bisa berakibat terjadinya kecelakaan.
Ini pengalaman pribadi saya pada waktu bawa Suzuki RC100 Sprinter 1991 balik ke Tahun 1996.

Pelajaran berharga lain adalah sepatu.
Sepatu yang ideal untuk touring jarak jauh adalah sepatu yang ringan, 
menutupi mata kaki, sebisa mungkin anti air, dan karet bagian bawah mencengkeram kuat / tidak licin.
Jelas, sepatu kets tidak masuk dalam kategori ini.
Pula, sepatu kets bisa lepas dari kaki jika rider terlempar dari motor ketika terjadi kecelakaan.

Dan karena saya tidak punya cukup dana, saya pakai sepatu Boot Ijo,
yang biasa dipakai tukang sampah / tukang bangunan.

Sepatu boot ijo bisa melindungi mata kaki,
dan anti air (jika celana dimasukkan ke dalam lubang sepatu dan di sumbat dengan plastik).
hanya saja sepatu tidak nyaman dipakai untuk touring jarak jauh.
Karena agak kaku / kurang fleksible.
Dan serupa dengan sepatu kets, masih ada resiko sepatu boot ijo terlepas dari kaki rider,
jika terjadi kecelakaan.

Dalam kesempatan lain, saya juga pernah test pake sepatu boot warna Hitam yang katanya cocok buat rider motor
(kagak usah sebut merek, nanti dipikir iklan lagi).
Ternyata lebih parah, karena sepatu lebih kaku, jadi tidak nyaman dipakai.
Pakai sepatu boot tentara juga tidak banyak membantu (kenyamanan).

Khusus masalah sepatu ini,
memang idealnya rider butuh sepatu khusus ya,
sayangnya harganya mahal, sebanding dengan kenyamanan / keamanannya.

Sama hal-nya dengan masalah sepatu,
idealnya kelengkapan baju / celana wajib lebih diperhatikan bagi rider yang ingin touring jarak jauh.
Material yang ringan namun kuat dan anti air juga jadi bahan pertimbangan utama.
Sekali lagi, sayang saya terbentur dengan faktor dana,
jadi ya saya coba untuk menggunakan kelengkapan yang ada namun tetap memperhatikan faktor safety.

Terakhir adalah masalah perencanaan.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi perubahan rencana Solo-tour jarak jauh.
Dalam kasus saya,
saya selalu ikuti kata hati / guts feeling.
Faktor cuaca dan kondisi lalu-lintas yang tidak bisa diprediksi secara pasti,
bisa menjadi alasan terjadinya perubahan rencana.
Semisal terjadi Hujan gede / kecelakaan lalu-lintas.
Faktor stamina fisik rider dan kondisi motor yang relatif lebih bisa diprediksi dan dikendalikan,
harus menjadi fokus utama setiap solo-rider,
jangan pernah ragu untuk merubah rencana perjalanan jika fisik / motor tidak layak touring.
semisal mata terlalu mengantuk / anting knalpot putus di tengah jalan.

Inilah salah satu kenikmatan Solo-Tour,
jadwal / rencana perjalanan bisa kapan saja berubah, sangat flexible,
tergantung kepada situasi dan kondisi badan dan motor sendiri.
Namun, hal ini harus ditunjang juga dengan pengalaman / jam terbang solo-tour masing-masing rider.

Akhir kata,
saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pembaca yang telah luangkan waktu
untuk membaca Kisah SOLO-TOUR Jawa-Bali-Lombok dengan Megapro Engkel PART1-2-3-4-5.
Nantikan kisah-kisah SOLO-TOUR lain-nya;
terutama kisah SOLO-TOUR JAKARTA-PULAU SUMATERA dengan MEGAPRO ENGKEL.

TETAP SEHAT, TETAP DISIPLIN 3M di masa pandemi Covid 19.

Comments

  1. mantap bos cerita nya 3
    motor Turing ku semua sdh nginjak aspal Jogja dan solo heheeee...maaf bkn sombong hanya berbagi kisah saja

    ReplyDelete
  2. Mantab gan, Jogja-Solo lumayan gan, sekitar 1 jam via prambanan-klaten

    ReplyDelete
  3. ya betul 1 jam
    cmn aku star dr bogor

    ReplyDelete
  4. klo solo Turing via Pantura

    tp klo Turing dengan club' king LBH sering lewat selatan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Honda Megapro 2001 engkel: GL-Pro III yang tak lekang dimakan waktu

Masih teringat jelas kenikmatan touring bersama Honda GL-Pro Neotech 1997 yang hilang  digondol maling hanya 3 bulan berselang setelah motor dikirim dari dealer. Sementara motor Yamaha RX-Special 1997 hasil tebusan uang asuransi si GL-Pro sudah  mulai nggak enak ditunggani dan mesin sudah mulai kasar semenjak blok mesin di- oversize 50. Rasanya deg-degan kalau bawa si RXS touring keluar kota lagi. Pilihan motor 4-tak kopling yang pakai cakram juga tidak banyak di Tahun 2001,  paling-paling Honda GL-Max, Megapro atau Tiger. Kalau ada dana lebih sih, minatnya  beli Suzuki Thunder 250 atau Honda Phantom 4-tak (Phantom juga ngeluarin varian 2-tak  loh!) atau Suzuki FXR 150 DOHC. Ditambah pertimbangan kemungkinan kelangkaan spare parts Thunder 250, Phantom dan  Suzuki FRX, akhirnya pilihan jatuh pada Honda Megapro 2001 engkel. Uang tabungan hasil kerja 1,5 tahun ditambah uang penjualan si RXS langsung saya  belikan Honda Megapro di dealer Wahana - G...

Suka-duka naik motor Yamaha RX Special 1997

Biker sejati mana yang tidak tahu Yamaha RX-King? Sampai hari ini "Si Raja Jalanan" masih seliweran dan tidak sedikit komunitas RX-King yang eksis dan punya anggota setia. Tapi kalau biker di tanya tentang Yamaha RX-Special (RXS) atau RX-R atau YT-115 (apalagi Yamaha L2G, AS1 alias YAS1, LS3, RS100, DT100, RX-100 atau RX-125), kemungkinan jawabannya "motor apaan tuch"? Kagak pernah liat dijalanan bro! Walaupun Yamaha RX-Special lahir sebelum RX-King, mungkin tidak banyak orang yang pernah menjajal si kakak kandung RX-King karena pamor dan penjualan-nya masih jauh di bawah adiknya. Ditambah lagi, mayoritas pemilik RXS adalah kaum bapak-bapak yang nggak doyan kebut-kebutan di jalan layaknya penunggang RX-King yang suka geber-geber motor dan nge-trek di cawang-tanjung priok-kemayoran (tapi nggak semua loh!). Kebetulan waktu GL-Pro Neotech 1997 saya raib digondol maling, saya "terpaksa" membeli RX-Special 1997. Walaupun nggak sedikit rider yang bilang RX...

Yamaha RX-King 1989: Si Raja Jalanan

Namanya juga anak muda, agak minder rasanya bawa motor tua ke sekolah. Kedua abang saya juga berasa minder bawa Honda C700 keluaran 1982 ke sekolah. Walhasil, mereka minta dibelikan motor keluaran baru. Jujur saja, saya sempat iri waktu ortu saya memutuskan membelikan kedua abang saya RX-King ketika mereka beranjak SMA. Maklum, waktu itu RX-King motor paling kenceng dan paling mahal se-Indonesia (Tiger, RXZ, RGR belum pada lahir bro!). Kawasaki Binter AR125 mungkin satu-satunya motor yang bisa disejajarkan dengan RX-King. Mungkin karena bapak dulu pernah kerja di Yamaha Motor Indonesia (era 70 s/d 80-an) dan bisa dapat potongan harga special barangkali. Singkat cerita, setiap menjelang malam minggu, kedua abang saya punya ritual wajib: "service" Yamaha RX-King. Simple aja: copot saringan udara dan ganti pakai saringan K&N, bersihkan karburator sekalian ganti spuyer main jet dan pilot jet sekalian stel karburator untuk setingan balap standard, ganti paking head den...