Skip to main content

Yamaha RX-King 1989: Si Raja Jalanan

Namanya juga anak muda, agak minder rasanya bawa motor tua ke sekolah. Kedua abang saya juga berasa minder bawa Honda C700 keluaran 1982 ke sekolah. Walhasil, mereka minta dibelikan motor keluaran baru.

Jujur saja, saya sempat iri waktu ortu saya memutuskan membelikan kedua abang saya RX-King ketika mereka beranjak SMA. Maklum, waktu itu RX-King motor paling kenceng dan paling mahal se-Indonesia (Tiger, RXZ, RGR belum pada lahir bro!). Kawasaki Binter AR125 mungkin satu-satunya motor yang bisa disejajarkan dengan RX-King.

Mungkin karena bapak dulu pernah kerja di Yamaha Motor Indonesia (era 70 s/d 80-an) dan bisa dapat potongan harga special barangkali.

Singkat cerita, setiap menjelang malam minggu, kedua abang saya punya ritual wajib: "service" Yamaha RX-King.

Simple aja: copot saringan udara dan ganti pakai saringan K&N, bersihkan karburator sekalian ganti spuyer main jet dan pilot jet sekalian stel karburator untuk setingan balap standard, ganti paking head dengan paking almunium yang tipis, ganti busi, dan isi bensin Super (Oktan 98) atau Premix (Oktan 92-94).

Jaman Tahun 1989-1990, belum ada istilah Bensin Pertamax (Oktan 92) atau Pertamax Plus (Oktan 95), apalagi yang namanya Pertalite (Oktan 90). Lah wong harga premium (Oktan 88) masih Rp 400/liter.

Ada kalanya penggantian oli mesin dan lidah membran disertai bersih-bersih KOP/head, piston dan knalpot dikerjakan jika dirasa perlu.

Toh dengan service / perubahan sangat simple, Si RX-King sanggup memikul 2 orang penumpang dengan total beban 150 KG, dan di ajak nge-trek diseputaran kawasan Kota (Jalan Gajah Mada sampai Stasiun Beos), Kemayoran, Cawang, Tanjung Priok dan Gatot-Subroto.

Bagi pengendara RX-King, lari 150 KM/jam bukan suatu keajaiban. Ya tapi tolong jangan bandingkan dengan Suzuki RGR, Honda NSR atau Ninja 150R ya bro! Buat mereka lari 160 KM/jam bisa sambil ketawa-ketiwi, asal sanggup nahan angin aja.

RX-King keluaran 1989 bisa dikatakan cukup special karena masih banyak komponen YGP Made in Japan dan dimodali blok mesin Y-3. Secara kualitas mungkin masih di bawah Y-1 atau Y-2, tapi yang pasti masih jauh di atas Blok YP produksi Pulogadung. Suara mesin juga relatif halus walaupun digeber habis-habisan.

Walaupun cuma bermodal 5 gigi, tarikan RX-King yang beringas tidak diperuntukkan untuk para rider pemula, apalagi untuk kondisi lalu lintas Jakarta sekarang yang selalu padat merayap dan penuh kendaraan. 

Terbukti abang tertua saya nge-trek di Jalan Panjang-Kebon Jeruk dari turunan jembatan Kedoya/RCTI menuju Kelapa Dua. Waktu itu jalanan full kosong karena malam itu bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha tahun 1990. sehingga untuk sampai 140 KM/jam tidak butuh jarak 400m (maklum faktor turunan).

Tiba-tiba mobil berputar tepat di depan bangunan yang sekarang adalah salah satu Kantor Group KOMPAS Gramedia. Awalnya saya yakin bahwa abang saya bisa menghindari tabrakan (lah wong saya dibonceng di belakang). Tapi mungkin karena abang saya nge-blank, si RX-King nabrak bemper belakang mobil dengan jarum speedometer yang menunjuk angka 120 KM/jam.

Seumur hidup, baru pertama kali ngerasain terbang di atas mobil Daihatsu Charade Hatchback. Bisa tebak donk apa yang selanjutnya terjadi.

Badan terhempas di aspal dingin. Saya segera bangun karena posisi saya di tengah jalan dan saya lihat ada mobil di jalan (yang ternyata mobil yang tadi di tabrak). Tiba-tiba badan lemas dan saya langsung tergeletak di pinggir jalan.

Selanjutnya, saya harus operasi jempol kaki kiri dan tidak bisa bangun selama 1 bulan; sementara abang saya tidak mengalami cedera yang serius. Untung-nya kepala saya tidak menghantam aspal; kalau ya, di jamin postingan ini tidak ada karena saya mungkin sudah di alam baka sebab waktu itu helm cetok yang saya pakai sudah tidak tahu kemana rimbanya.

Gimana nasibnya si RX-King? Garpu / shock-absorber dan velg depan bengkok dan nempel sama mesin. Apa boleh buat, habis tebus motor di POLSEK Kebon Jeruk, terpaksa buritan depan di ganti baru semua.

Walau ortu marah besar, toh tidak menyurutkan niat kedua abang saya untuk melanjutkan hobi nge-trek bersama si Raja Jalanan tiap malam minggu.

Walaupun mesin tidak di oversize, tapi performa mesin bisa ditingkatkan dengan menggunakan SLICK Engine Treatment (bukan promosi ya jeng). Tidak yakin apakah produk tersebut masih beredar bebas di Indonesia, kalaupun ada, harganya pasti mahal.

Terbukti kompresi semakin baik dan mesin semakin halus. Intinya, mesin standard RX-King sudah sangat mumpuni tanpa harus oversize atau papas head. Perawatan rutin dan setingan yang tepat sudah bisa mengoptimalkan performa mesin.

Tapi ritual nge-trek bersama si Raja Jalanan harus berakhir di tahun 1991 ketika abang saya nabrak orang yang nyebrang di bawah jembatan Harco-Glodok. Kali ini kecelakaan cukup parah sehingga salah satu abang saya harus dilarikan ke RS Husada - Mangga Besar. Motor terpaksa di tahan di POLSEK Kota.

Setelah motor di tebus, ternyata blok mesin Y-3 sudah diganti dengan blok lainnya (masih bagus digantiin bro daripada di-embat satu gelondong). 

Sebagai hukuman, RX-King di jual sama ortu dan motor di ganti Honda Astrea Grand 1991 (si pantat monyet). Weleh-weleh, itu mah bukan hukuman, kudu-nya disuruh naik-turun metromini dan mikrolet, atau disuruh naik sepeda mini aja sekalian.

Nah, giliran sharing pengalaman mas bro yang pernah ngerasain bengis-nya RX-King, si Raja Jalanan.

Comments

  1. RX king 1989 ya cobra

    klo yg aku 1996 master blok Y-4 msh ada sampai hr ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mantab bos, blok Y-4 Jepang kagak bakal malu-maluin, daripada pake Blok YP

      Delete
    2. heheee tenan

      2x bogor-nganjuk Jatim pakai king master ini via Pantura blm lama ini wktu naik kendaraan umum hrs pake surat tetek bengek

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Honda Megapro 2001 engkel: GL-Pro III yang tak lekang dimakan waktu

Masih teringat jelas kenikmatan touring bersama Honda GL-Pro Neotech 1997 yang hilang  digondol maling hanya 3 bulan berselang setelah motor dikirim dari dealer. Sementara motor Yamaha RX-Special 1997 hasil tebusan uang asuransi si GL-Pro sudah  mulai nggak enak ditunggani dan mesin sudah mulai kasar semenjak blok mesin di- oversize 50. Rasanya deg-degan kalau bawa si RXS touring keluar kota lagi. Pilihan motor 4-tak kopling yang pakai cakram juga tidak banyak di Tahun 2001,  paling-paling Honda GL-Max, Megapro atau Tiger. Kalau ada dana lebih sih, minatnya  beli Suzuki Thunder 250 atau Honda Phantom 4-tak (Phantom juga ngeluarin varian 2-tak  loh!) atau Suzuki FXR 150 DOHC. Ditambah pertimbangan kemungkinan kelangkaan spare parts Thunder 250, Phantom dan  Suzuki FRX, akhirnya pilihan jatuh pada Honda Megapro 2001 engkel. Uang tabungan hasil kerja 1,5 tahun ditambah uang penjualan si RXS langsung saya  belikan Honda Megapro di dealer Wahana - G...

Suka-duka naik motor Yamaha RX Special 1997

Biker sejati mana yang tidak tahu Yamaha RX-King? Sampai hari ini "Si Raja Jalanan" masih seliweran dan tidak sedikit komunitas RX-King yang eksis dan punya anggota setia. Tapi kalau biker di tanya tentang Yamaha RX-Special (RXS) atau RX-R atau YT-115 (apalagi Yamaha L2G, AS1 alias YAS1, LS3, RS100, DT100, RX-100 atau RX-125), kemungkinan jawabannya "motor apaan tuch"? Kagak pernah liat dijalanan bro! Walaupun Yamaha RX-Special lahir sebelum RX-King, mungkin tidak banyak orang yang pernah menjajal si kakak kandung RX-King karena pamor dan penjualan-nya masih jauh di bawah adiknya. Ditambah lagi, mayoritas pemilik RXS adalah kaum bapak-bapak yang nggak doyan kebut-kebutan di jalan layaknya penunggang RX-King yang suka geber-geber motor dan nge-trek di cawang-tanjung priok-kemayoran (tapi nggak semua loh!). Kebetulan waktu GL-Pro Neotech 1997 saya raib digondol maling, saya "terpaksa" membeli RX-Special 1997. Walaupun nggak sedikit rider yang bilang RX...