Skip to main content

SOLO TOUR Jawa-Bali-Lombok dengan Megapro Engkel - PART 4

Waktu tempuh Feri dari pelabuhan Lembar ke pelabuhan Padang Bai ternyata hanya memakan waktu 3 Jam. Setibanya di Pulau Bali, Megapro langsung meluncur ke tempat Kost.


Bagi para pembaca (yang belum baca jilid-jilid sebelumnya),
mungkin ada baiknya membaca Potongan kisah 
SOLO-TOUR Jawa-Bali-Lombok dengan Megapro Engkel - PART 1-2-3.
Agar bisa memahami cerita versi lengkapnya.

Tiba di kost, langsung istirahatkan badan dan motor.
Setelah mesin / knalpot dingin,
saya sempatkan cuci motor, 
dan sedikit poles di area tertentu seperti lampu depan dan tangki.
Jangan males buat hal yang satu ini ya Pak Bos.

Motor yang belepotan kena tanah / pasir dan bercampur hawa laut,
rentan terhadap kerak yang timbul,
terutama di bagian part yang di-lapisi krom,
Seperti knalpot dan velg.
Ujung-ujungnya part-part tersebut jadi mudah karatan.
Toh cuci Megapro Engkel tidak akan makan waktu 15 menit.
Bisa sekaligus cek kondisi motor lagi.
Itulah nikmatnya punya motor sport naked.

TOUR SEPUTAR PULAU BALI


Kebetulan di Tahun 2003, 
saya pernah di ajak jalan-jalan sama teman kantor di Bali,
hanya pada waktu itu, perjalanan menggunakan mobil,
dari Denpasar ke Singaraja (di utara Pulau Bali),
lewat rute Bedugul.
Dan kebetulan pada waktu itu,
Singaraja tampak sangat sepi,
nyaris tidak banyak keramaian / kehidupan.
Hal itulah yang membuat saya malas kembali ke Singaraja.

Di tahun 2005,
kebetulan juga saya pernah ngajak salah satu teman,
jalan-jalan seputaran Kota Denpasar, 
Pantai Sanur, GWK, beberapa Pura, dan ke Kabupaten Gianyar;
naik motor rental Honda Astrea Grand.
Biaya sewa masih terhitung murah pada waktu itu, cuma Rp70ribu dari jam 8 pagi s/d jam 5 sore.

Jadi pas saya bisa bawa Megapro ke Bali di Tahun 2008,
saya jadi bingung, mau tour keliling Bali bagian mana lagi?
Mau ke Karangasem (bagian timur Pulau Bali) juga males,
mungkin tidak terlalu banyak obyek wisata yang bisa di lihat.
Dan jujur juga, saya lebih suka ke gunung daripada ke pantai.

Sehari setelah saya pulang dari Lombok,
akhirnya saya putuskan untuk riding santai ke arah Bedugul.
tujuannya cuma cari tempat mandi penduduk setempat,
yang cuma dibatasi oleh bilik bambu dan tanpa atap.
Airnya langsung dari gunung,
seger banget bikin badan bugar.

Habis itu cari Bebek Bali yang bikin kangen.

Pulang ke kost, saya sebenarnya mau banyakin tidur,
biar stamina pulih 100% habis pulang dari Lombok.
Tapi gangguan nyamuk tidak bisa di-tolerir lagi,
malah gagal tidur nyenyak.

Daripada jadi kagak karuan,
lewat tengah malam saya putuskan jalan-jalan saja ke arah Ubud.
Siapa tahu ketemu tempat nongkrong enak di sana.

Tenang, pada waktu itu situasi Bali aman sentosa,
walaupun cuma riding sendirian (tidak ada kendaraan lain),
jalanan gelap gulita,
toh tidak ada perasaan was-was ada begal di tengah jalan.
Nggak tahu deh kondisi keamanan Bali hari ini,
di mana sudah banyak pendatang dari dalam / luar negeri,
yang menetap di Bali.
Kalu urusan makluk goib sih, tergantung kita-nya aja,
selama hati lempeng, kagak ada niatan jahat apapun,
aman2 aja selama bertahun-tahun pengalaman solo tour.

Putar-putar disekitaran UBUD,
tidak ada tempat nongkrong atau setidaknya warung kopi yang masih buka.
Ya, terpaksa balik kanan.

Hanya saja, mata mulai mengantuk,
dan karena tidak ada tempat singgah,
terpaksa mampir di RSUD di kawasan Gianyar,
yang kebetulan sangat sunyi sepi.
Ketemu bangku kayu panjang di teras RSUD.
Ya udah, daripada di serbu nyamuk di-kost-an,
mending saya istirahat sebentar di sana.
Lumayan lah, dapet 3 jam tidur.
Kagak pake nyamuk, udara-nya juga dingin kayak pake AC.

Lewat waktu sholat subuh,
saya beranjak pergi menuju pasar Sukowati,
biar bisa cuci mata / belanja souvenir,
sekalian cari sarapan pagi.
Habis itu balik ke kost.

Hari itu, sekali lagi saya coba fokus istirahat lebih banyak,
karena selain kondisi motor, stamina badan adalah prioritas nomor 1 buat para solo-rider.

RUTE DENPASAR-GILIMANUK-KETAPANG-SITUBONDO


Saya berpikir, tidak ada lagi yang saya cari di Pulau Bali;
walaupun pada awalnya saya sesumbar ingin stay di pulau Bali selama 10 hari.
Akhirnya, Siang itu saya putuskan saja untuk balik ke arah Jakarta.
Habis makan siang, saya pamit ke Bapak Kost.

Perjalanan dari Kota Denpasar ke Gilimanuk sekitar 135KM,
kira-kira setara dengan Jarak Jakarta-Cianjur / Ciranjang.
Namun dengan kondisi jalan yang bagus, situasi lalu-lintas yang lengang,
Motor bisa tiba di Gilimanuk sekitar 2,5 jam,
walaupun motor jalan santai.

Karena waktu masih sore,
saya santai saja, mampir dulu di salah satu perkampungan di kawasan Gilimanuk.
Saya sempatkan diri untuk silahturami, sambil ngobrol2 dengan penduduk sekitar.
Tanpa disadari, waktu sudah lewat Magrib.
Wajar saja, Gilimanuk itu perbatasan waktu antara WITA dengan WIB,
jadi Matahari belum tampak tenggelam,
walaupun waktu sudah menunjukkan Pukul 18.00WITA / 17.00WIB.

Setelah matahari tenggelam, saya pamit,
dan motor langsung bergerak ke pelabuhan Gilimanuk.
Kali itu, Waktu tempuh Feri sekitar 2,5jam.
Dan ketika motor mendarat di Pelabuhan Ketapang,
kebetulan waktu sudah lewat Pukul 22.00WITA / 21.00WIB.

Cepat-cepat saya isi bensin full-tank,
karena target perjalanan saya selanjutnya adalah Kota Surabaya,
yang jaraknya sekitar 300KM jika lewat rute jalur Utara.
Dan artinya, jadwal isi bensin selanjutnya adalah di Probolinggo,
yang jaraknya sekitar 200KM.

Motor langsung saya tancap menuju Situbondo lewat rute Bajulmati / Batangan,
dan karena waktu sudah lewat Pukul 21.00WIB,
Situasi jalan gelap gulita,
dan hampir tidak ada kendaraan yang lewat rute itu.

Disepanjang jalan menuju Situbondo,
tidak terlihat motor sama sekali,
saya hanya ketemu beberapa mobil penumpang dan bus malam.
Dan karena jalan-nya pada lelet,
setiap ketemu kendaraan, ya saya lewati saja,
sampai motor dan saya benar-benar jalan sendirian di tengah kawasan hutan di kaki Gunung Merapi.

Saya terbiasa Solo-Tour tengah malam sendirian,
tapi kali itu, sumpah, perasaan benar2 merinding.
Ini bukan cuma masalah begal yang saya takutin,
tapi bisa saja tiba2 lewat Binatang Buas,
ya kalu lagi beruntung, bisa ketemu makluk goib,
hehehe...

Dan ketika teman saya di Semarang tahu cerita ini,
dia bilang; "MUKE GILE LOE!
itu daerah kawasan ALAS IJEN, super angker,
yang nama-nya ALAS ROBAN aja udah angker,
apalagi ALAS IJEN, bagus loe kagak ketemu yang aneh2".

Buat para Solo-Rider,
PERINGATAN KERAS: 
Jangan sekali-kali solo-riding di rute ini (ALAS IJEN),
selepas waktu Magrib.
Sangat berbahaya!!!

Lanjut kisahnya,
ya kagak pake pikir panjang, Megapro terus saya gas poll,
kagak kasih ampun dah.
Baru mendekati Kota Situbondo, ketemu beberapa kendaraan di jalan,
dan lampu penerangan jalan mulai terlihat.
AKKKHHHIIIRRR-NYA ketemu Kota Situbondo.

RUTE PROBOLINGGO-PASURUAN-GEMPOL-MOJOKERTO


Sebelum Pukul 01.00WIB saya sudah masuk wilayah Probolinggo.
Di sepanjang pembangkit tenaga listrik Paiton,
motor saya pelankan untuk menikmati megahnya pemandangan pembangkit tenaga listrik yang berada di pinggir jalan (sisi utara),
sekalian saya cari Pom Bensin untuk re-fuel.

Ehhmmm, coba cari makanan khas Probolinggo deh.
Kebetulan, yang buka hanya bubur kacang ijo khas Madura.
Mantap rasanya, dijamin nggak mengecewakan.
Setelah badan seger lagi, perjalanan lanjut.

Sebenarnya kondisi jalan antara Situbondo-Probolinggo-Pasuruan-Gempol terhitung bagus,
lampu penerangan jalan pun tersedia,
dan arus lalu-lintas selepas tengah malam (sangat) lancar.
Paling hanya ada beberapa truk dan bus malam di sepanjang jalan.
Namun, selepas Situbondo, saya tidak mau terus-terusan gas poll Megapro,
santai aja, nikmati perjalanan.

Sampai di persimpangan Gempol, saya berubah pikiran.
Untuk apa pergi ke Surabaya,
tidak ada sesuatu yang saya cari di Surabaya.
Dan karena saya sudah lumayan sering ke Surabaya,
rasanya saya malas berkunjung ke Kota Metropolitan yang penuh dengan hiruk-pikuk itu.

Setelah berhenti sejenak di persimpangan Gempol,
akhirnya saya putuskan terus ke arah Mojokerto,
ambil rute jalur tengah menuju ke Kota Solo.

RUTE JOMBANG-NGAWI-NGANJUK-SRAGEN-SOLO-YOGYAKARTA


Lewat Pukul 06.00WIB, motor sudah sampai di Kota Jombang,
situasi lalu lintas cukup padat karena aktivitas warga di pagi hari.

Ya sudah, kebetulan,
cari sarapan khas Jombang,
Pagi-pagi enak-nya ngopi sambil makan nasi soto nih,
ada menu sampingan-nya lagi (telor, tempe/tahu, perkedel, dll).
Pokok-nya puas.

Habis isi bensin, langsung menuju Solo,
lewat rute Nganjuk-Ngawi-Sragen.

Buat Para Solo-Rider, baik yang pemula maupun yang sudah ada jam terbang,
Jangan coba-coba ambil rute Ngawi-Magetan-Cemorosewu-Solo ya,
kalu tidak punya motor yang tenaga bawahnya gede (banget).
Karena rute ini sebenarnya hanya diperuntukkan bagi motor-cross (gir belakang-nya gede) atau mobil off-road.
Jangan samakan diri anda dengan penduduk sekitar yang sudah terbiasa dengan tanjakkan Cemorosewu.

Pengalaman Pribadi Tahun 2003 silam, 
pas saya solo-tour pulau Jawa naik mobil carry angkot,
pengalaman menyeramkan terjadi.

Dari Kota Madiun menuju Solo, saya sengaja ambil rute Magetan,
karena saya belum pernah lewati rute ini sebelumnya.
Selepas Telaga Sarangan, 
mobil hampir gagal naik tanjakkan panjang di kawasan Cemorosewu,
yang ada keluar keringet dingin satu badan.
Kalau sempat, saya coba buat artikel terpisah-nya ya Pak Bos
(Solo-Tour Pulau Jawa naik Carry Angkot).

LANJUT!
Perjalanan dari Jombang ke Solo via Sragen terhitung lancar-mulus.
Jalan bagus, lalu lintas tidak terlalu ramai,
paling-paling ada sedikit tersendat ketika keluar-masuk Kota Kabupaten.

Dan karena waktu belum genap tengah hari,
sesampainya di Kota Solo, motor terus saya tancap menuju Selatan,
ke Kota Yogyakarta via Klaten.
Toh jarak Solo-Yogyakarta paling banter juga 65KM dan memakan waktu tempuh 1 jam.

Lewat tengah hari, sampailah saya di Kota Gudeg Yogyakarta.
Seakan peristiwa NAPAK TILAS;
di Kota Gudeg inilah saya terinspirasi punya cita-cita bisa Solo-Tour keliling Indonesia naik motor.

Satu hal yang tidak bisa dilewatkan di Yogyakarta,
ya tentunya makan gudeg.
Sebenarnya ada satu tempat makan Gudeg yang ternama di Yogyakarta;
yang pasti bukan di kawasan Malioboro.
Dan kebetulan spot gudeg ini cuma buka malam hari (di atas jam 9 malam),
tempatnya sederhana, lebih mirip rumah tinggal daripada rumah makan.
(Tidak perlu sebut merek, yang pasti semua orang Yogyakarta dijamin tahu persis tempat yang saya maksud).

Permasalahan-nya saya tidak berencana bermalam di Yogyakarta,
karena kebetulan saya lumayan sering ke sana juga.

Pilihan jatuh pada rumah makan gudeg (chain-restaurant) yang cukup ternama juga di Yogyakarta,
tidak jauh dari LANUD ADISUCIPTO.
(nggak usah sebut merek, tapi Wong Yogya pasti juga paham maksud saya).

Puas rasanya bisa kembali ke Kota Gudeg pake motor,
makan gudeg khas Yogya yang nga-ngenin lagi.

RUTE YOGYAKARTA-PURWOREJO-KEBUMEN-WANGON-MAJENANG


Habis isi bensin, perjalanan saya lanjutkan.
Pikir saya, tujuan selanjutnya adalah Kota Tasikmalaya.
Saya tidak berencana nginep di Kawasan Karesidenan Banyumas,
karena sudah beberapa kali saya mampir di Wilayah Purwokerto dan sekitarnya.

Lagipula jarak antara Kota Yogyakarta dan Kota Tasikmalaya hanya sekitar 300KM.
Estimasi waktu tempuh sekitar 5-6 jam.
Artinya, jika saya berangkat sekitar Jam 13.00WIB dari Kota Yogyakarta,
sampai di Tasikmalaya maksimum sekitar Pukul 19.00WIB

Rute yang saya ambil: 
Purworejo-Kebumen-Wangon (perbatasan Jateng-Jabar)-Majenang-Banjar-Ciamis.

Solo-tour melewati Purworejo s/d Majenang tidak mengalami kendala berarti,
Dan Megapro bisa dibawa lari kencang secara stabil (tanpa perlu meraung-raung).
Hal itu karena jalanan relatif bagus dan lalu-lintas saat itu tidak padat,
didukung oleh cuaca yang cerah ceria.

Yang perlu sedikit diwaspadai adalah rute selepas Wangon,

Oh ya, bagi para Rider,
saya tidak menyarankan riding di rute Wangon s/d Majenang pada malam hari,
apalagi pas cuaca turun hujan.
Karena hampir tidak ada lampu penerangan jalan,
kondisi jalan yang berkelok-kelok, masih banyak pepohonan lebat,
di beberapa bagian jalan berpasir, dan beberapa bagian disertai jurang,
juga rute ini bisa dikatakan sangat sepi kendaraan,
kecuali pas jadwal arus mudik / balik Lebaran.

Estimasi saya tidak meleset,
Sebelum pukul 17.00WIB motor sudah tiba di Majenang,
dan saya menyempatkan untuk isi bensin Full-Tank.

NANTIKAN KELANJUTAN KISAH SOLO TOUR JAWA-BALI-LOMBOK DENGAN MEGAPRO ENGKEL - PART5
DAN JANGAN LUPA BACA KISAH SOLO TOUR JAWA-BALI-LOMBOK DENGAN MEGAPRO ENGKEL - PART1-2-3

TETAP SEHAT, TETAP DISIPLIN 3M di masa pandemi Covid 19.

Comments

Popular posts from this blog

Honda Megapro 2001 engkel: GL-Pro III yang tak lekang dimakan waktu

Masih teringat jelas kenikmatan touring bersama Honda GL-Pro Neotech 1997 yang hilang  digondol maling hanya 3 bulan berselang setelah motor dikirim dari dealer. Sementara motor Yamaha RX-Special 1997 hasil tebusan uang asuransi si GL-Pro sudah  mulai nggak enak ditunggani dan mesin sudah mulai kasar semenjak blok mesin di- oversize 50. Rasanya deg-degan kalau bawa si RXS touring keluar kota lagi. Pilihan motor 4-tak kopling yang pakai cakram juga tidak banyak di Tahun 2001,  paling-paling Honda GL-Max, Megapro atau Tiger. Kalau ada dana lebih sih, minatnya  beli Suzuki Thunder 250 atau Honda Phantom 4-tak (Phantom juga ngeluarin varian 2-tak  loh!) atau Suzuki FXR 150 DOHC. Ditambah pertimbangan kemungkinan kelangkaan spare parts Thunder 250, Phantom dan  Suzuki FRX, akhirnya pilihan jatuh pada Honda Megapro 2001 engkel. Uang tabungan hasil kerja 1,5 tahun ditambah uang penjualan si RXS langsung saya  belikan Honda Megapro di dealer Wahana - G...

Suka-duka naik motor Yamaha RX Special 1997

Biker sejati mana yang tidak tahu Yamaha RX-King? Sampai hari ini "Si Raja Jalanan" masih seliweran dan tidak sedikit komunitas RX-King yang eksis dan punya anggota setia. Tapi kalau biker di tanya tentang Yamaha RX-Special (RXS) atau RX-R atau YT-115 (apalagi Yamaha L2G, AS1 alias YAS1, LS3, RS100, DT100, RX-100 atau RX-125), kemungkinan jawabannya "motor apaan tuch"? Kagak pernah liat dijalanan bro! Walaupun Yamaha RX-Special lahir sebelum RX-King, mungkin tidak banyak orang yang pernah menjajal si kakak kandung RX-King karena pamor dan penjualan-nya masih jauh di bawah adiknya. Ditambah lagi, mayoritas pemilik RXS adalah kaum bapak-bapak yang nggak doyan kebut-kebutan di jalan layaknya penunggang RX-King yang suka geber-geber motor dan nge-trek di cawang-tanjung priok-kemayoran (tapi nggak semua loh!). Kebetulan waktu GL-Pro Neotech 1997 saya raib digondol maling, saya "terpaksa" membeli RX-Special 1997. Walaupun nggak sedikit rider yang bilang RX...

Yamaha RX-King 1989: Si Raja Jalanan

Namanya juga anak muda, agak minder rasanya bawa motor tua ke sekolah. Kedua abang saya juga berasa minder bawa Honda C700 keluaran 1982 ke sekolah. Walhasil, mereka minta dibelikan motor keluaran baru. Jujur saja, saya sempat iri waktu ortu saya memutuskan membelikan kedua abang saya RX-King ketika mereka beranjak SMA. Maklum, waktu itu RX-King motor paling kenceng dan paling mahal se-Indonesia (Tiger, RXZ, RGR belum pada lahir bro!). Kawasaki Binter AR125 mungkin satu-satunya motor yang bisa disejajarkan dengan RX-King. Mungkin karena bapak dulu pernah kerja di Yamaha Motor Indonesia (era 70 s/d 80-an) dan bisa dapat potongan harga special barangkali. Singkat cerita, setiap menjelang malam minggu, kedua abang saya punya ritual wajib: "service" Yamaha RX-King. Simple aja: copot saringan udara dan ganti pakai saringan K&N, bersihkan karburator sekalian ganti spuyer main jet dan pilot jet sekalian stel karburator untuk setingan balap standard, ganti paking head den...