Skip to main content

SOLO-TOUR Jawa-Bali-Lombok dengan Megapro Engkel - PART 1

Pengalaman karyawisata ke Kota Gudeg semasa SMP mendorong saya punya cita-cita baru; Pingin bisa keliling Indonesia naik motor sendirian, alias SOLO-TOUR.

Di era sekarang, itu bukan barang aneh lagi,
fakta-nya, banyak yang sudah pernah melakukan hal tersebut (bahkan dengan sepeda).
Namun, hal tersebut menjadi sangat signifikan di era orde baru tahun 80-an.

Boro-boro keliling Indonesia, 
motor nggak punya, SIM pun tak ada.
Mau telepon aja harus cari telepon umum 
yang pakai koin Rp 50 atau Rp 100.

Lobang di jalan bisa seukuran motor, 
kalu kagak hati-hati, ya kejeblos sama motor-motor-nya.
Inti-nya, tidak semudah jaman sekarang;
Kalau nyasar, tinggal cek google map.

Nekat, 
saya minta ijin pakai motor Honda C700 Bapak buat belajar motor,
sama seperti 2 kakak saya 
yang sudah bisa naik motor gara-gara itu C700.

Wah berasa gagah, 
lah wong jaman dulu yang nama-nya Astrea Grand aja 
belum di-launching Honda.
Harga Premium masih Rp 150 per liter.
Dan Honda C700 itu cuma satu-satunya motor di rumah.

Tahun 1989, kedua kakak saya minta dibeliin motor baru, 
Barangkali malu naik C700 tua, gengsi bos.
Ujung-ujungnya RX-king Kobra sampe di rumah.

Tapi karena tuh RX-King dibuat nge-trek terus,
dan setelah 2 kali kecelakaan parah di alami,
akhirnya orang tua saya putuskan jual tuh RX-King.

Selanjutnya, yang ada kakak saya dibelikan Astrea Grand (BULUS), 
sebagai ganti RX-King Kobra.

Kalu di pikir-pikir, sayang banget, 
kenapa nggak minta dibeliin Honda Astrea Star / Prima aja 
yang mesin-nya lebih bagus.

Wah, saya kagak mau kalah, 
cepet2 buat SIM pas ultah ke-17.
seringkali Setiap pulang sekolah, 
saya pakai tuh Astrea Grand buat latihan motor;
yah mulai dari Jakarta-Tangerang dulu deh,
yang jarak-nya tidak sampai 30KM.

Kalu dua kakak saya suka ngebut2an / nongkrong di seputaran Jakarta pas malam minggu,
giliran saya ngumpet2 bawa kabur tuh Grand bulus pas minggu subuh,
pas semua orang lagi pada tidur pules.
Bawa ke Bogor / Sukabumi / Pangandaran / Anyer-Carita-Labuhan; 
semua-nya wajib PP alias pulang hari;
atau saya pasti kena damprat orang serumah.

Dari pengalaman itu banyak hal yang bisa dipelajari 
buat orang yang ingin solo tour naik motor;
mulai dari kesiapan motor dan kesiapan stamina fisik, 
perhitungan jarak tempuh, 
kebutuhan konsumsi BBM dan lokasi SPBU, 
perlengkapan dan dana yang dibutuhkan, 
sampai memperhitungkan jika sampai terjadi ban gembos di tengah jalan.
Sekali lagi, 
waktu itu belum ada yang nama-nya internet / HP.

Semakin sering saya solo tour, 
semakin banyak pengalaman di jalan,
Bagaimana meng-hapal-kan posisi lobang gede 
di rute Lebak bulus-Parung-Bogor / 
Cicurug-Cibadak-Cisaat-Sukabumi / 
Tangerang-Balaraja-Cilegon / dll.

Jangan heran bos, 
rute2 tersebut banyak dilewati truk-truk gede yang selalu kelebihan muatan, 
memakan seluruh badan jalan, 
dan jalan-nya kayak siput.
Waktu itu Jalan Tol Cipularang belom ada bos,
Apalagi Tol Cipali / Trans-Jawa.

Pelajaran lain adalah 
bagaimana teknik aman melewati truk / bus gede 
dengan motor Honda bebek yang tenaga-nya loyo 
walaupun mesin sudah meraung-raung.

Tapi yang paling penting adalah, 
bagaimana mengatur emosi dalam perjalanan;
Solo tour luar kota jauh berbeda dengan perjalanan jarak dekat dalam kota,
butuh emosi yang stabil biar selamat sampai tujuan.

Ingat bung, 
tetap menjaga kesadaran / prinsip kehati-hatian 
dan berdoa dalam hati itu wajib hukum-nya buat yang mau solo tour.
Toh resep rahasia ini sudah terbukti ampuh 
selama bertahun2 saya solo tour.

Latihan berlanjut dengan motor Honda Black Astrea dan Kawasaki Kaze E,
selama tahun 1994-1996.

Tahun 1996, 
Suzuki RC100 Spinter saya ajak solo tour ke Bandung,
lewat rute Jakarta-Sukabumi-Cianjur-Citarum-Rajamandala-Padalarang-Cimahi.
Latihan ini sekaligus test ketahanan mesin Suzuki RC100 Spinter;
ternyata mesin 2 tak Suzuki tetap stabil jalan di tengah hujan gede selama 7 Jam.

Tahun 1997, 
setelah Suzuki Sprinter nyenggol tukang ojek di depan RS Mediros Pulogadung, ortu putuskan jual tuh motor, dan menggantikan dengan GL Pro Neotech 97 (edisi terakhir).
Wah, bener2 nikmat rasanya bawa GL Pro NT solo-tour Jakarta-Bandung.
Sayang banget, baru umur 3 bulan, motor digondol maling.

Walhasil, setelah uang klaim asuransi TLO turun,
dengan sangat terpaksa saya belikan RX-Special. 
Giliran Yamaha RX-Special yang saya test solo tour ke Bandung,
walaupun tenaga, kenyamanan dan keamanan-nya jauh lebih baik dibandingkan RC100 Sprinter,
namun ketahanan mesin dua tak-nya masih dipertanyakan.

Hal itulah yang menyebabkan saya mengurungkan niat latihan solo tour keliling Pulau Jawa. 
Mesin 2 tak Yamaha mungkin enak untuk rute jarak pendek (Jakarta-Bogor), 
namun mesin 2 tak Suzuki lebih dapat diandalkan untuk rute jarak jauh (Jakarta-Bandung).

Sangat disayangkan, 
pada waktu itu saya tidak punya kesempatan untuk test mesin Suzuki Shogun Kebo atau Yamaha Crypton;
namun saya yakin dan percaya, 
kedua mesin itu sanggup untuk di ajak solo tour luar kota,
asal pantat kuat aja.

Dan perlu di ingat, 
pada masa itu belum ada yang nama-nya Suzuki Thunder 250 atau Yamaha Scorpio 225;
saya yakin kedua motor Sport Touring tersebut 
juga sangat layak di ajak solo tour keliling Indonesia.

Jangan bahas Motor Gede sekelas BMW R25 / R65 
atau Honda Magna 750 
atau Yamaha Virago 
atau Harley Davidson dll ya bos,
duit-nya dari mana?

Juga jangan bahas NSR 150 atau Suzuki RGR 150 atau Yamaha Touch 
yang bisa bikin pegel satu badan kalu di ajak solo tour,
Kalu buat turun balap sih enak-enak aja.

Cita-cita saya terpaksa tertunda di tahun 1998.
Era Orde Baru tumbang dan terjadi Krismon.
Perlu di-ngat, 
sebelum itu, 1 liter premium masih Rp 450 
kemudian naik menjadi Rp 600-700.
Pas krismon, 
premium mulai merangkak naik menjadi Rp 1000 / liter.

Dari pengalaman latihan solo tour beberapa tahun,
banyak pertimbangan yang membuat saya pada akhirnya memutuskan untuk kembali ke mesin 4 tak Honda;

Walaupun di tahun 2001, 
Honda Megapro engkel sudah berhasil saya beli, 
tapi kewajiban cari nafkah 
juga menjadi salah satu faktor cita-cita solo tour keliling Pulau Jawa tertunda lagi.

Tunggu kelanjutan cerita SOLO TOUR JAWA-BALI-LOMBOK DENGAN MEGAPRO ENGKEL - PART 2

TETAP SEHAT, TETAP DISIPLIN 3M di masa pandemi Covid 19.

Comments

  1. hebat oom.....aku di Bogor 2x ke Jatim Nganjuk naik glp neotech 1995

    ReplyDelete
  2. Sedaaappp.............Lumayan tuh gan. lewat lintas selatan medan tempurnya sedep bgt (berkelok2) di-kawasan jawa barat sampe perbatasan jateng (karesidenan Banyumas).

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya betul.....cmn aku lebih sering lewat Pantura....enak bisa main speed heheee

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Honda Megapro 2001 engkel: GL-Pro III yang tak lekang dimakan waktu

Masih teringat jelas kenikmatan touring bersama Honda GL-Pro Neotech 1997 yang hilang  digondol maling hanya 3 bulan berselang setelah motor dikirim dari dealer. Sementara motor Yamaha RX-Special 1997 hasil tebusan uang asuransi si GL-Pro sudah  mulai nggak enak ditunggani dan mesin sudah mulai kasar semenjak blok mesin di- oversize 50. Rasanya deg-degan kalau bawa si RXS touring keluar kota lagi. Pilihan motor 4-tak kopling yang pakai cakram juga tidak banyak di Tahun 2001,  paling-paling Honda GL-Max, Megapro atau Tiger. Kalau ada dana lebih sih, minatnya  beli Suzuki Thunder 250 atau Honda Phantom 4-tak (Phantom juga ngeluarin varian 2-tak  loh!) atau Suzuki FXR 150 DOHC. Ditambah pertimbangan kemungkinan kelangkaan spare parts Thunder 250, Phantom dan  Suzuki FRX, akhirnya pilihan jatuh pada Honda Megapro 2001 engkel. Uang tabungan hasil kerja 1,5 tahun ditambah uang penjualan si RXS langsung saya  belikan Honda Megapro di dealer Wahana - G...

Suka-duka naik motor Yamaha RX Special 1997

Biker sejati mana yang tidak tahu Yamaha RX-King? Sampai hari ini "Si Raja Jalanan" masih seliweran dan tidak sedikit komunitas RX-King yang eksis dan punya anggota setia. Tapi kalau biker di tanya tentang Yamaha RX-Special (RXS) atau RX-R atau YT-115 (apalagi Yamaha L2G, AS1 alias YAS1, LS3, RS100, DT100, RX-100 atau RX-125), kemungkinan jawabannya "motor apaan tuch"? Kagak pernah liat dijalanan bro! Walaupun Yamaha RX-Special lahir sebelum RX-King, mungkin tidak banyak orang yang pernah menjajal si kakak kandung RX-King karena pamor dan penjualan-nya masih jauh di bawah adiknya. Ditambah lagi, mayoritas pemilik RXS adalah kaum bapak-bapak yang nggak doyan kebut-kebutan di jalan layaknya penunggang RX-King yang suka geber-geber motor dan nge-trek di cawang-tanjung priok-kemayoran (tapi nggak semua loh!). Kebetulan waktu GL-Pro Neotech 1997 saya raib digondol maling, saya "terpaksa" membeli RX-Special 1997. Walaupun nggak sedikit rider yang bilang RX...

Yamaha RX-King 1989: Si Raja Jalanan

Namanya juga anak muda, agak minder rasanya bawa motor tua ke sekolah. Kedua abang saya juga berasa minder bawa Honda C700 keluaran 1982 ke sekolah. Walhasil, mereka minta dibelikan motor keluaran baru. Jujur saja, saya sempat iri waktu ortu saya memutuskan membelikan kedua abang saya RX-King ketika mereka beranjak SMA. Maklum, waktu itu RX-King motor paling kenceng dan paling mahal se-Indonesia (Tiger, RXZ, RGR belum pada lahir bro!). Kawasaki Binter AR125 mungkin satu-satunya motor yang bisa disejajarkan dengan RX-King. Mungkin karena bapak dulu pernah kerja di Yamaha Motor Indonesia (era 70 s/d 80-an) dan bisa dapat potongan harga special barangkali. Singkat cerita, setiap menjelang malam minggu, kedua abang saya punya ritual wajib: "service" Yamaha RX-King. Simple aja: copot saringan udara dan ganti pakai saringan K&N, bersihkan karburator sekalian ganti spuyer main jet dan pilot jet sekalian stel karburator untuk setingan balap standard, ganti paking head den...